PILKADA 2018 GADUH MAHAR POLITIK

PILKADA 2018 GADUH MAHAR POLITIK 

Seperti yang kita ketahui bahwa dewasa ini kita sedang diuji oleh kedewasaan berdemokrasi, demokrasi yang sejatinya merupakan sebuah berkah yang kita dapatkan dari Tuhan yang Maha Esa tentu dengan susah payah, kita keluar dari jeratan tali pemaksa sang penguasa, otoritarianisme telah kita lalui dengan perjuangan yang begitu panjang.

Jika dulu yang memiliki kesempatan memimpin hanya segelintir orang, namun beda masanya sekarang, konstitusi menjamin dan memberi ruang bagi siapa saja yang ingin mengabdi dan memajukan negeri, tak kenal kaya, miskin, semua memiliki kesempatan yang sama untuk memimpin, namun sangat disayangkan, ternyata semua tak sesuai dengan apa yang diharapkan, Partai Politik yang menjadi jembatan tak memberikan ruang gratis pada mereka yang ingin benar-bener bejuang, mereka sering kali terhenti dengan biaya politik yang sering kali hampir bikin mati, misi besar pupus yang punya uang-lah yang berjalan mulus, alhasil konstitusi sebagai landasan tak memiliki kekuatan dan hanya menjadi pajangan.

Kita harus akui bahwa Mahar Politik bukan hal baru yang kita temui di negeri ini, maklum saja partai politik tentu sudah punya hitung-hitungan meskipun kerap kali lebih dominan hitung-hitungan uang daripada kualitas pemimpin yang ingin didapatkan, meskipun hal itu bertentangan dengan Undang-Undang negara seolah-olah tak memiliki kekuatan untuk menuntaskan.

Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tetang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang sudah secara tegas menyebutkan bahwa “Partai  Politik  atau  gabungan  Partai  Politik  dilarang menerima  imbalan  dalam  bentuk  apapun  pada  proses pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota.” Tak cukup sampai disitu saja pada ayat (2) mempertegas kembali bahwa “Dalam  hal  Partai  Politik  atau  gabungan  Partai  Politik terbukti  menerima  imbalan  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1),  Partai  Politik  atau  gabungan  Partai  Politik  yang bersangkutan  dilarang  mengajukan  calon  pada  periode berikutnya di daerah yang sama.”

Sering kali kita tak pernah tuntas membahas permasalahan yang ada, negara seolah diam tanpa menghadirkan solusi besar untuk menuntaskan masalah semacam ini, adanya partai politik adalah suatu keharusan yang tak bisa dipisahkan dalam sistem demokrasi, namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah seberapa besar peran partai politik dalam mengakomodir kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi pada sebuah sistem, kegaduahan yang terjadi beberapa waktu ini tentang beredarnya isu mahar yang dipatok oleh partai politik menjadi cerminan bagi kita bahwa upaya kaderisasi kepemimpinan dalam tubuh partai politik cenderung kalah dengan mahar yang dijanjikan.

Kita harus akui bahwa sistem yang dibangun dalam hal perjalanan untuk melahirkan seorang pemimpin yang memang memiliki misi besar dalam membangun daerah melalui Pemilihan Umum Kepala Daerah jauh dari kata ideal dan hasilnya Konstitusi yang memberikan ruang bagi siapapun untuk memiliki kesempatan untuk duduk di pemerintahan serta Undang-Undang yang secara tegas melarang tidak berjalan dan memang hanya sebagai pajangan.

Sistem pembiayaan politik adalah solusi yang tepat dimana pembiayaan politik tersebut harus diukur siapa penyumbangnya, berapa jumlahnya, siapa yang memeriksanya dan dikemanakan uang yang ada, apakah benar untuk kepentingan calon yang diusung atau malah untuk kepetingan pribadi semata dan hal itu bukan hal yang mustahil, jika kita belajar melalui sistem pembiayaan politik yang ada di Amerika dimana dibiayai oleh Donatur yang tidak dibatasi berapa jumlahnya namun tetap dilaporkan dalam satu rekening untuk di periksa oleh negara, sehingga terjadi transparansi dana, namun kelemahan dari sistem ini adalah patai politik cenderung melihat seorang calon pemimpin tidak pada kemampuan berfikir pun misi besarnya, partai politik hanya akan melihat seberapa besar dana yang dimiliki dan hasilnya Demokrasi dibeli.

Berbanding terbalik dengan hal itu, di Negara-Negara Eropa dimana sistem pembiayaan politiknya sebagian besar dibiayai oleh negara bahkan juga dibiayai sepenuhnya oleh negara, sistem ini tentu sangat baik dan tidak mustahil bisa diterapkan di Indonesia, dan juga tentu memberikan peluang besar bagi siapa saja yang ingin maju dalam pertarungan sehat yang bertumpu pada kualitas calon pemimpin baik secara intelektualitas dan tentunya misi bersar yang berlandaskan keikhlasan membangun daerah.

Sadar tau tidak, pembiayaan politik yang dalam bahasa kasarnya ilegal adalah akar dari permahasalahan paling krusial di negeri ini yaitu korupsi, bayangkan saja, seorang calon kepala daerah, baik Gubernur, Bupati dan Walikota harus merogoh kocek yang sangat fantastis demi mendapatkan dukungan dari partai politik, dan hal itu dilakukan sebelum sah menjadi calon kepala daerah, bayangkan berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan setelah itu, dan mustahi jika sistem itu digunakan dan sang calon kepala daerah terpilih tidak menggunakan kekuasaannya untuk mengembalikan modal yang talah ia keluarkan.

Keterangan: Tulisan telah dimuat di Borneo News
 


Komentar

Postingan Populer